HADITS TARBAWI ( Analisah terhadap Hadits Etika Mkan dan Minum
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sesungguhnya Islam benar-benar menaruh perhatian yang sangat besar kepada manusia di dalam segala hal dan urusannya. Tidak ada satu hal pun, baik kecil maupun besar, melainkan telah dijelaskan oleh Islam. Islam pun mengajarkan apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan ketika makan dan minum.
Itulah makna sekilas tentang islam sebagai rahmatan lil Alamin. Karena Islam tidak saja mengatur dan menata hal-hal yang berhubungan dengan ibadah formal, seperti shalat, zakat, puasa, haji, tetapi juga menaruh perhatian terhadap etika seorang muslim dalam melakukan aktifitas dan kegiatan sehari-hari, yang hal itu dapat kita ikuti dan ambil contoh dari sifat dan perilaku nabi Muhammad saw termasuk didalamnya tentang etika pada saat beliau makan dan minum.
Makan dan Minum mungkin bagi sebagian orang hanya merupakan aktifitas sepeleh dan tidak perlu disangkutpautkan dengan masalah aturan agama. Namun bagi seseorang yang ingin benar-benar mencontohi apa dan bagaimana nabi makan dan minum, tentunya amatlah bijak bila kita yang mengaku sebagai pengikut dan umatnya, untuk terus dan istiqamah mencontohi apa yang pernah ia lakukan.
Secara umum al-Quran memberikan penjelasan tentang makan dan minum yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Makan dan Minum dengan tidak berlebihan( Israf ),[1] 2 ) Makan dan Minum dengan barang yang baik lagi halal, [2] 3 ) Makan dan Minum dengan tidak membuat kerusakan di bumi.[3] Namun mengenai masalah yang berhubungan langsung dengan etika makan dan minum, nabi sebagai pengembanuswatun hasanah bagi umatnya memberikan tuntunan yang jelas melalui hadits-haditsnya.
Rumusan Masalah,
Bersarkan latar belakang di atas maka dapatlah rumuskan masalah dari pembahasan ini adalah :
Bagaimanakah etika Makan dan Minum menurut tinjauan redaksi hadits nabi?
Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam hadits tentang makan dan Minum ?
Analisis Kandungan pendidikan ( Tarbawi ) terhadap Hadits Etika Makan dan Minum
Persoalan makan dan minum, tentu bukanlah masalah yang sepeleh. Karena mengabaikan masalah ini, bisa mengkibatkan tubuh manusia dialiri oleh darah dan daging yang tidak baik. Olehnya baik al-Quran maupun hadits banyak menyentil masalah ini, sampai kepada etika atau adab bagaimana seharusnya makan dan minum sehingga, apa yang dimakannya tidak saja, baik, halal, bergizi, namun juga sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad saw.
Dari beberapa hadits yang berhubungan dengan etika makan dan minum, maka penulis memberikan analisis tentang kandungan makna ditinjau dari aspek tarbiyah/tarbawi ( pendidikan ), sebagai berikut :
a. Hadits Pertama,
Penulis dapat mengambil intisari makna tarbiyahnya dari hadits tersebut bahwa : Hendaklah anak-anak diajari sedini mungkin untuk senantiasa berdoa sebelum makan, dengan membaca bismillah, sehingga diharapkan anak akan terbiasa memulai melakukan sesuatu pekerjaan dengan selalu melafalkan nama Allah. Sebagaimana nukilan hadits nabi :
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَالْيَذْكُرِ اسْمَ اللهِ تَعَالَى, فَإْنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللِه تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْبَقُلْ بِسْمِ اللهِ فِى أَوَّلِهِ وَ آخِرِهِ ( رواه أبو داود و الترمذي )
“ Apabila kalian Makan, maka hendaklah menyebut nama Allah, dan apabila ia lupa menybut nama Allah pada awalnya, maka hendaklah ia mengucapkan “Bismillahi awwaluhu wa akhiruhu ( HR. Abu Dawud dan Turmidzi )
Namun tentunya membaca basmalahnya janganlah di dalam hati karna petunjuknya kita disuruh melafadzkannya, jadi ya… minimal didengar oleh telinga kita sendiri, namun ada juga yang menyarankan agar diucapkan lebih keras sebagai pengajaran bagi orang lain yang makan disekitar kita (siapa tau aja mereka lupa mengucapkan basmalah). Atau paling tidak sebagai contoh bagi anak-anak kita untuk pembiasaan mereka.
Selanjutnya anak-anak kita diajari untuk senantiasa makan dengan tangan kanan, karena makan dengan tangan kiri, merupakan kebiasaan syaitan yang harus kita tinggalkan. Namun demikian perintah untuk makan dengan tangan kanan tidaklah mutlak dilakukan, bila keberadaan tangan kanan dalam keadaan darurat, tidak berfungsi sebagaimana mestinya diakibatkan sakit, buntung dan udzur.
Adapun etika selanjutnya yang patut untuk kita ketahui dan amalkan, yakni kita patut untuk mengecilkan suapan mulut kita. Setelah itu kita dianjurkan mengunyah makanan dengan baik, kemudian makan dan minumlah dari makanan yang paling dekat dengan posisi kita dan tidak makan dari tengah piring. Hal ini berdasarkan dari hadits yang juga diriwayatkan oleh Muttafaq ‘Alaih. Dimana Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepada Umar bin Salamah, “Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (maksudnya dari yang pinggir).
Rasululllah tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata,
Sehingga beliau meminta izin kepada Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan.[5]
b. Hadits Kedua,
Penulis dapat mengambil intisari makna tarbiyahnya, adalah bahwa Nabi mengajarkan kepada kita bahwa bila kita hendak tidur atau melakukan hubungan suami istri, atau junub hendaklah kita dalam keadaan berwudhu. Selajutnya dalam hadtis tersebut diperintahkan kita pada saat sebelum makan, agar mencuci tangan terlebih dahulu. Hal ini dipahami bahwa tangan kita merupakan organ tubuh yang paling aktif melakukan sesuatu, sehingga dimungkin segala macam kotaran menempel di telapak tangan kita. Olehnya mencuci tangan sebelum makan, bukan saja dinilai sesuai tuntutan rasul, tetapi berdampak kepada kesehatan makanan dan tubuh.
c. Hadits Ketiga
Ketiga hadits di atas tersebut, mengandung nilai-nilai ketarbiyahan tentang, perintah makan dan minum dengan tangan kanan, memberi dan mengambil sesuatu juga dengan tangan kanan. Karena secara tegas dijelaskan bahwa menggunakan tangan kiri untuk makan, minum, mengambil dan menyerahkan sesuatu merupakan tingkah laku syaitan.
d. Hadits Keempat
Larangan bernafas di dalam bejana. Karena bisa jadi nafas tersebut akan merubah bau bejana. Dan terkadang dahak, hawa kotor dan ingus keluar bersama nafas sehingga dapat mengeluarkan bau yang tidak enak. Larangan ini khusus ketika minum sebagaimana yang disebutkan pada hadits di atas.
Jika ingin bernafas, maka disunnahkan untuk menjauhkan bejana lalu bernafas dan kembali (meletakankan bejana itu ke mulutnya) jika ingin meminumnya lagi, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah. Lalu kepada makna inilah dibawa hadits Anas yang menyebutkan bahwasanya beliau bernafas dibejana.
Oleh karena itu di dalam kitab Fat-hul Baari, al-Hafizh mengkompromikan hadits ini dan hadits Abu Qatadah dengan mengatakan: “... Sepertinya la ingin mengkompromikan hadits bab ini dengan hadits sebelumnya. Sebab, tampaknya kedua hadits tersebut saling bertentangan.”
Hadits pertama dengan jelas melarang bernafas di dalam bejana sementara hadits kedua menetapkan bolehnya bernafas di dalam bejana. Dengan demikian hadits tersebut dapat difahami dengan dua hal:
Pertama: Larangan bernafas di dalam bejana dan hendaknya bernafas itu dilakukan di luar bejana. Secara eksplisit, yang pertama ini menunjukkan sebuah larangan bernafas dalam bejana.
Kedua: Mungkin yang dimaksud adalah bernafas ketika sedang meneguk air dari bejana.[6]
Hal ini diperkuat dengan Hadits Abu Hurairah yang menunjukkan boleh bernafas satu kali ketika minum. Sebab Nabi tidak mengingkari ketika laki-laki itu berkata: “Dahagaku tidak akan lepas jika bernafas hanya sekali.” Bahkan Beliau bersabda yang artinya: “Jika dengan bernafas sekali dahagamu tidak lepas, maka jauhkan bejana itu darimu...”
Selanjutnya redaksi hadit di atas memberikan makna bahwa : Begitu reflektifnya tangan kita, dianjurkan untuk mempergunakan tangan kiri, dikhususkan pada aktifitas yang berhubungan dengan membersihkan alat kelamin, baik pada saat buang air kecil maupun besar. Artinya bahwa tangan kiri kebanyakan digunakan untuk membersihkan kotaran, najis maupun hadats.
d. Hadits Kelima
Dari redaksi di atas, dipahami bahwa nabi melarang meniup makanan dan minuman. Konteks larangan meniup dimaksudkan pada saat makanan dan minuman tersebut dalam keadaan panas. Kemungkinan-kemungkinan dilarangnya meniup tersebut, menurut hemat penulis, kita diajarkan untuk tidak terburu-buru makan, menunggu sampai makanan dan minuman tersebut boleh dingin, hangat dan nyaman untuk dikunyah.
f. Hadits Keenam
Dari Redaksi hadits di atas, dapat penulis maknai bahwa,Dilarang minum langsung dari mulut kantung air dan syariat menyebutkan beberapa sebab:
(a). Khawatir akan merubah bau air dan tempatnya sehingga timbul rasa jijik yang akhirnya air tersebut dibuang. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits ‘Aisyah yang berbunyi: “Karena dapat membuatnya bau.”
(b).Dikhawatirkan ada hewan yang masuk ke dalam tempat minum tersebut, seperti ular sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Abu Hurairahdengan sanad yang marfu’: “Dilarang minum langsung dari mulut kantung air.” Ayyub berkata: “Diceritakan kepada kami bahwa seseorang minum langsung dari kantung air lantas keluar seekor ular dari kantung tersebut.”
(c).Orang yang minum dengan cara seperti ini menjadikan air yang keluar dari mulut kantung air itu terlalu banyak sehingga tercurah melebihi kebutuhannya dan membuatnya tersedak.[7]
Ibnu Hajar Berkata : “Aku tidak pernah melihat adanya hadits-hadits yang bersanad marfu’ menunjukkan bolehnya (minum langsung dari mulut kantung air) kecuali dari perbuatan Nabi sementara hadits yang melarang semuanya berasal dari ucapan Beliau yang tentunya lebih kuat jika kita lihat dari sebab dilarangnya perbuatan tersebut. Semua yang telah disebutkan oleh para ulama tentang sebab, tentunya Rasulullah terpelihara dari hal itu, karena ia seorang yang maksum, berakhlak mulia dan lebih berhati-hati ketika Beliau menuangkan air dan sifat lain yang tidak dimiliki oleh orang lain.[8]
Menurut kaidah fikih dari keseluruhan perkara ini berada disekitar hukum makruh dan haram. Dan kaidah lebih merajihkan pendapat yang mengatakan haram.” (Dinukil dengan ringkas). Sehingga larangan ini khusus bagi yang minum langsung ke mulut tempat air. Adapun bagi yang menuangkannya ke gelas lalu ia minum tidak termasuk larangan.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan redaksi hadits-hadits yang berkenaan dengan etika makan dan minum di atas, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.Jika kita akan makan dan minum maka mulailah dengan mengucapkan BASMALAH. Kita pula disunnahkan untuk makan dengan menggunakan tangan kanan, dimana Rasulullah memerintahkan hal tersebut.
2.Adapun etika selanjutnya yang patut untuk kita ketahui dan amalkan, yakni kita patut untuk mengecilkan suapan mulut kita. Setelah itu kita dianjurkan mengunyah makanan dengan baik, kemudian makan dan minumlah dari makanan yang paling dekat dengan posisi kita dan tidak makan dari tengah piring. Selanjutnya jika ada makanan yang jatuh, hendaklah kita mengambilnya dan memakannya dan jangan membiarkannya.
3.Begitu pula yang tak kalah pentingnya untuk kita ketahui bahwa kita dilarang meniup makanan atau minuman yang masih panas, untuk itu makanlah makanan tersebut ketika mulai dingin, jadi jangan lagi berasap-asap langsung dimakan, biarkan dingin terlebih dahulu baru kita makan. Kemudian kita juga dilarang untuk bernafas di dalam bejana atau didalam gelas ketika minum, dan dianjurkan bernafas di luar gelas atau bejana hingga tiga kali.
4.Kemudian jika kita telah selesai makan dan minum atau diakhir makan dan minum maka disunnahkan memuji Allah Azza Wa jalla, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa makan makanan, dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini padaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku, maka dosa-dosa masa lalunya diampuni. “ Serta kita haruslah menghindari yang namanya kenyang yang berlebih-lebihan,
5.Di antara etika lain yang perlu kita contohi dari Rasulullah adalah : Hendaknya kita jangan minum dengan berdiri karna hal ini dilarang, Selanjutnya sebaiknya kita ketika makan dan minum mendahulukan orang yang paling tua, kemudian kepada orang yang disebelah kanan kita dan seterusnya, dan kita menjadi orang yang terakhir kali. Selanjutnya saudaraku, kita tidak memulai makan atau minum, sedang ditempat tersebut terdapat orang yang lebih berhak memulainya karena usia atau karena kelebihan kedudukannya. Tidak memaksa teman atau tamu untuk makan dan minum, namun kita dianjurkan agar bersikap santun dan etis sesuai dengan kebutuhannya, sehingga tamu atau orang tersebut tidak merasa malu atau memaksa diri malu-malu, sebab hal tersebut termasuk riya’.
6.Berhentilah makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam lebih utama agar kita tidak terjatuh dalam kebinasaan dan kegemukan yang membuat kita ngantuk serta menghilangkan kecerdasan. Selanjutnya , tak lupa kita jika telah selesai makan untuk menjilati tangan (jika kita makan dengan tangan), kemudian mengelapnya atau mencucinya, namun mencucinya itu lebih baik dan dianjurkan. Dan tak lupa membersihkan sisa-sisa makanan di mulut atau gigi-gigi kita, serta berkumur, yang tujuannya tak lain dan tak bukan untuk mejaga kebersihan diri kita.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hilali,Syaikh Salim bin Ied Ensiklopedi Larangan Menurut al-Quran dan as-Sunnah,Surabaya : Pustaka Imam as-Syafi’I, 2008
Ulwan, Abdullah Nashih, Tarbiyatul Awlad fi al-Islam ( Jakarta : Pustaka Amani,1999 )
[1]Q.S : Al-A’raf : 31.يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”Departemen Agama R.I, AlQuran Tajwid dan Terjemahannya, (Jakarta: Magfirah Pustaka, 2006), h. 154
[2]Q.S : Al-Maidah : 88وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمْ اللَّهُ حَلالاً طَيِّباً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ “….Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya). Ibid., h. 154
[3]Q.S : Al-Baqarah : 60وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلا تَعْثَوْا فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ ….Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.Ibid., h. 122.
Unggul, mandiri danprofessional dalam pengembangan tadris bahasa Arab.
B. M I S I
1.Mengembangkan pengkajian ilmu tadris bahasa Arab melalui pendekatan multi-dimensional dan inter-disipliner.
2.Menjalin hubungan yang sinergis dengan lembaga-lembaga keilmuan, kebudayaan dan teknologi
3.Mengembangkan ilmu tadris bahasa Arab dalam konteks nilai budaya lokal secara integratif dalam pendidikan dan pengajaran.
4.Memberdayakan potensi lokal dalam mewujudkan masyarakat yang berjiwa pendidik.
5.Mengembangkan kualitas dan kuantitas penelitian kebahasaan khususnya yang terkait dengan pengajaran bahasa Arab dan pengembangan unsur-unsur kebahasaan.
6.Memberikan layanan akademik terbaik melalui penyelenggaraan perkuliahan bahasa Arab dan penyediaan fasilitas belajar mandiri yang modern.
C. T U J U A N
1.Menghasilkan penelitian ilmu tadris bahasa Arab.
2.Terjalin kerja sama yang saling menunjangdengan lembaga-lembaga/intansi-instansi lainnya dalam mengembangkan ilmu tadris bahasa Arab dan teknologi
3.Terlaksananya pendidikan dan pengajaran dengan pendekatan nilai-nilai budaya lokal yang bernafaskan Islam.
4.Menghasilkan lulusan yang mampu memberdayakan potensi lokal dalam mewujudkan masyarakat pendidik.
5.Menghasilkan lulusan yang berkualitas dalam penelitian kebahasaan khususnya yang terkait dengan pengajaran bahasa Arab dan pengembangan unsur-unsur kebahasaan.
6.Mewujudkan layanan akademik melalui penyelenggaraan perkuliahan bahasa Arab dan menghasilkan tenaga pengajar bahasa Arab yang kompeten.